Cerita Hot : Isteri Pak Hakim

Wednesday, 11 July 2012

Ini adalah cerita tentang masa laluku, Namaku Willy, ketika itu aku berusia 21 tahunan, kala itu aku bekerja di salah satu perusahaan swasta. Aku datang dari sebuah kota di Jawa Barat. Karena saudara-saudaraku jauh dari tempat kerjaku, terpaksa aku harus mencari tempat kost yg dekat dengan kerjaanku.

Singkat cerita, aku dapat tempat kost di wilayah kwitang, jakarta pusat. Lumayan gak bagus tapi bisa nyenyak tidur, murah lagi bayarannya, cuma ya kamar mandinya masih bareng-bareng dengan warga sekitar. Kebetulan yg punya kost adalah orangtuanya temen kerjaku.

Tak terasa enam bulan sudah aku kost, makin banyak kenal juga aku dengan penduduk sekitar. Tapi herannya kenapa aku susah kenalnya dengan tetangga yang persis di samping tempat kostku. Kalo ketemu sih saling sapa cuma gak pernah ngobrol, dia adalah istri seorang pegawai Departemen Kehakiman, kalo dengan suaminya sih akrab, malah suka ngongkrong bareng ketika santai, sedangkan istrinya yang berwajah ayu yg kebetulah kelahiran daerah Jawa Tengah tidak begitu akrab, padahal kalo berpapasan....uhhhhh pandangannya itu menjadi tanda tanya bagi insting nakalku....tembus kedalam hati.

Si istri tersebut bernama Dewi, aku memanggilnya Mbak Dewi, kegiatan sehari-harinya adalah mengelola salon kecantikan yang tak jah lokasinya dari tempat kostku. Hampir setiap berpapasan tatapan matanya tak pernah lepas dari pandanganku sampai aku malu sendiri dan kalah pandangan. Dia selalu memandang dengan senyumnya yang manis. Kebetulan memang orangnya hitam manis.

Suatu ketika aku pulang larut dari kerjaan, sekitar jam 22.30, aku selalu melewati derah kamar mandi menuju ke kamar kost ku....tersentak hatiku melihat sosok wanita jongkok sedang cebok..krecek krecek...krecek bunyi airnya kala itu. Dia tak memperhatikan suasana sekitar dan tak tahu aku sedang mengamatinnya sambil pura-pura membetulkan tali sepatu..........dia langsung bangun dan membetulkan celana dalamnya setelah cebok. Deg deg deg jantungku berdebar melihat bokongnya yang mulus.

"Eh..ada orang...kirain sepi:, kaget dia ketika melihatku...berada sekitar dua meter darinya. Eh emmmba agak gugup aku, tali sepatuku lepas mbak...aku kira juga gak ada orang, kataku sambil menyeringai agak malu.

Hmmmm, betulin sepatu apa hmmmmm, katanya kepadaku. Semakin malu aku dibuatnya.."willy, kamu liatin mbak yah tadi", katanya dengan pelan. Eng..engga mbak, mang mbak lagi ngapain, jawabku. "yang beneerrrrrrrrr", serunya lagi. Hmmmm dikit mbak heheheh kataku sambil ketawa kecil. Tak sadar penisku sdah tegang, sehingga celana bagian depan menyembul.

"Dasar kamu tuh yah", katanya lagi sambil mencubit tanganku dan langsung masuk ke rumahnya.

Setelah kejadian itu, malamnya aku gak bisa tidur membayangkan bercita dengan Mbak Dewi. Tak tahan aku, akhirnya melakukan onani sambil membayang kan apa yang baru aku lihat beberapa jam yang lalu.

***

Semakin hari semakin terbayang wajah Mbak Dewi, tak tahan rasanya ingin menyentu mbak Dewi. Ketika malam tiba aku nongkrong di depan kamar kostku, berharap bertemu mbak Dewi, sejam dua jam hingga 9 malam kala itu, terlihat mbak Dewi turun dari taxi, berdebar rasa jantungku, memikirkan rencana bagai mana caranya berdekatan dengannya.

Hampir sampai dia ke dekatku,aku berdiri pura pura mau jalan ke arahnya....seperti biasa tatapan dan senyumnya yang menggoda menembus hatiku.."dari mana mbak, kok malam pulangnya" tanyaku. Abis belanja cat rambur, kebetulan jalannya macet jadi kemalaman deh, jawabnya sambil tersenyum. Sambil berpapasan kuberanikan diri tuk menempelnya agak bertubrukan, ...nyelllll terasa ada benda yg kenyal menyentuh sikutku...detik itu juga kemaluanku tegang. "Mmmaaf mbak gak sengaja", kataku...."hehehehhehe kamu tuh bisa aja, ga apa apa kok wil, gak sengaja kan", jawabnya sambil tersenyum dan melanjutkan perjalanan ke rumahnya.

Ampuuuuuuuuuuuuun, makin bingun aku dengan sikap mbak Dewi, seolah olah meberi lampu hijau kepadaku. Semakin gila imajinasiku terhadap mbak Dewi. Semakin hari semakin senewen.

Akhirnya pada suatu hari aku mempunya ide tuk bertemu langsung dengannya, dengan cara mendatangi salonnya, dengan alasan memotong rambut. Hari itu aku tidak kerja, demi menjalankan misiku yang penuh gairah. Kudatangi salon mbak Dewi sekitar jam 11 siang. Kebetulan dia bekerja sendiri tanpa asisten.

"Siang mbak", salamku terhadapnya. :Siang, eh willy ada apa, tumben kesini", jawabnya. Mau potong rambut mbak, dan panjang neh biar rapih aja. oooo, boleh tunggu yah, kata mbak Dewi.

Hari itu dia memakan rok hitam dan kaos putih bak orang training, senyum dan pandangannya tidak berubah tetap menggoda hatiku. "ayo wil katanya mau potong rambut" tanya nya. Iya mbak, langsung aku duduk di kursi, dan mbak dewi siap memotong rambutku. Tak karuan rasa hatiku ketika mbak Dewi mulai memotong rambutku. Berkeringat tubuhku, "kenapa wil, gerah", tanyanya. Nggak Mbak Dewi, nggak gerah kok, jawabku. "Nah itu berkeringat" tanya nya lagi sambil tersenyum.

"Mmmmm, aku berkeringat karena dekat dengan mbak Dewi ", upsss kelepasan aku ngomong...."hihihihihi mbak Dewi ketawa geli, kenapa kok deket saya jadi gerah emangnya saya kompor" katanya lagi.

Tak tahan dengan hasrat ku, kulepaskan penutuh tubuhku yang dijadikan alas rambut. Kutarik mbak Dewi ke bagian belakang...sini dulu bentar mbak...wilyyyy, ada apa sih, kata mbak Dewi tapi tetap menuruti ajakanku.

Setibanya di belakang, langsung kupeluk dia dengan erat, ohh mbak ini yg akuharapkan dari mbak, "wil, apa-apan sih kamu nanti takut ada tamu nih" gumam mbak dewi. Tpi tak kulepaskan pelukanku, semakin ganas diriku, ku pegang bokongnya yang membuat aku tergila-gila setelah dia pipis dulu. Dia sedikit berontak dan malah terjatuh ke dipan tempat creambath, dan posisi kami sekarang berubah. Dia berada dibawahku sementara aku menindih. Kusingkabkan rok hitamnya dan oohhhh terlihat sembulan indah yang terhalang celana dalam tipis warna putih.

Semakin jalang saja aku sambil menindih tangan kananku menyelinak ke celana dalamnya. ku elus-elus kemaluannya....hmmm mulai basah.."willllll kamu nih, pintunya belum ditutup biar aku tutup dulu pintunya" gumamnya dengan wajah yg mulai memerah. Takut itu hanya alasan akhirnya aku bilang, biar aku yg tutup pintunya, kalo mbak yg tutup nanti malah pergi mbak. sebelum pergi menutup pintu, kupelorotkan dulu celana dalamnya....oooohhh indahnya pemandangan kali ini, bulu vaginanya tipis. Langsung aku bergegas menutup pintu yg hanya berjarak tiga meter dari belakang.

Dengan penuh nafsu aku bergegas menuju belakang, alangkah kagetnya aku melihat mbak Dewi tidak ada di tempat Creambath.....langsung aku sibak gorden penghalang dekat kamar mandi belakang. Oh my god, leboh kaget lagi mbak dewi ternyata malah sudah telanjang bulat sambil tersenyum padaku.....langsung saja aku menyergapya, ooww putingnya sudah berdiri dan langsung saja aku menghisapnya, ohhhhohhhh, mbak dewi menggelinjang, tak kuhiraukan, bibirku menghisap terus putingnya yg mencuat, sementara tangan kiriku meremas-remas payudara kirinya. Tangan kananku tak mau kalah...bergerilya di sekitar kemaluannya yg suda basah.

Begitu juga mbak Dewi, di tak mau kalah, tangannya memegang kemaluanku dengan penuh perasaan.....15 menit kamu melakukan pemanasan. "Mbak, aku mau masukin yah" pintaku dengan penuh nafsu..mbak dewi hanya mengangguk. Kutuntun mbak dewi ke tempat creambath, kucelentangkan dia...oohhh vaginanya mengangga, tanpa basa basi langsung saja kumasukan kemaluanku...blesssssssssssssssssssss, mbak dewi sedikit tersentak sambil menyeringai....bleess bleess bleess bleess bleess bleess bleess bleess bleess bleess ooohhh bleess bleess bleess kukeluar masukan penisku dalam vagina mbak dewi........ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh willllll, mbak dewi baru terdengan suara kerasnya.....ssssssssst jangan terlalu keras nanti kedengaran yg lain, kataku. Kulanjutkan pergerakan ku, kulipat kaki mbak dewi keatas sehingga kemaluannya menyempit kugoyang kemaluanku dengan penuh rasa....srep srep srep srep sreppppp kutahan dan ku putar kemaluanku dalam vaginanya...mbaaaaaaaaaaaaakkk aku...oooohhhh cretttttttttt cretttttt crettttttttt ooohhh mbak dewi memeluku dengan erah oooooohh dia juga berteriak, ternyata dia juga merasakan ejakulasi. ooooh tubuh akmi berdua penuh keringat. ku kecup bibir mbak dewi...."terima kasih mbak" kataku/....sama-sama will harusnya mbak yg terima kasih...."loh kok", tanyaku bingung.

Gini will, aku gak pernah dapet kepuasan dari suamiku, selain dia ejakulasi dini, penisnya itu loh, kuecil kealingan perutnya yg gendut. Makanya aku terimakasih sama kamu karena sudah setahun mbak gak ejakulasi dari making love. Cuppppppppph katanya sambil mengecup bibirku.

Berarti lain kali bisa lagi dong mbak hehehehe....pintaku..."terserah kamu will", mbak jadi suka ma kamu, lalu kami berpelukan lagi dengan erat... dah dulu yah will, takut ada tamu...katanya.

Aku langsung mengenakan pakaian dan mengelap keringat, setelah itu aku langsung pulang ke kost an dengan hati yang riang atas keberhasilanku. Hampir gak percaya semua itu akan terjadi dan ternyata memang mbak Dewi membutuhkanku.


Kakak Iparku

Posted: 12 Jan 2008 08:28 PM CST
Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian menengok dia karena sudah lama tidak ketemu.

Kakak iparku ini (sebut saja namanya Ina) memang tinggal sendirian, walaupun sudah kimpoi tetapi belum punya anak dan saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini.
"Ayo Yan, masuk..., langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Ina tinggal sendiri jadi harus hati-hati", Sambutnya.
Ina malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan model tangan 'you can see'.

Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Selama ngobrol, Ina sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua payudaranya secara utuh karena Ina tidak memakai BH lagi dibalik dasternya. Ina memang lebih cantik dari istriku, tubuhnya mungil dengan kulit yang putih dan rambut yang panjang tergerai. Walaupun sudah kimpoi cukup lama tapi karena tidak punya anak tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Payudaranya yang kelihatan olehku, walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat. Melihat pemandangan begini terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba kusergap dan tindih Ina di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas payudaranya.
Ina kaget dan menjerit, "Yan, apa-apaan kamu ini!".
Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang. Tapi perlawanannya membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang.
"Breett...", daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua payudaranya terpampang dengan jelas. Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih.
Ina terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya berusaha menutup dadanya yang terbuka.
"Yan..., ingat, kamu itu adikku...", rintihnya memelas.
Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke bawah sekaligus dengan celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya. Sekarang dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik.

Setelah berhasil menelanjangi Ina, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. Ina mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba menutupi badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih kembali menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus.
Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh mungil Ina ke kamarnya dan kuletakkan dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi payudara dan vaginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Ina tidak melawan. Ina memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku mencoba mencium bibirnya. Gagal mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga, leher dada dan berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas payudara satunya lagi. Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke bawah, perut dan vaginanya sambil merentangkan pahanya lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan menjilati dan menghisap clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku). Ina mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Ina mulai mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan.

Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia minoranya dan memainkan lidahku pada bagian dalam liang senggamanya. Tangan Ina mulai meremas-remas kain sprei sambil menggigit bibir. Ketika vaginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan lidahku yang kembali berpindah ke puting payudaranya. Mula-mula hanya satu jari kemudian disusul dua jari yang bergerak keluar masuk liang senggamanya. Ina mulai berdesah dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian aku tarik tanganku dari vaginanya. Merasakan ini, Ina membuka matanya (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong. Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetubuhinya. Melihat posisi 'tempur' seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya. Kuarahkan penisku ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan sangat becek itu. Secara perlahan penisku masuk ke liang senggamanya dan Ina hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Ina bergerak memegang sisa batang penisku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku tertahan.
"Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini...", Kata Ina setengah berbisik sambil memandangku.
Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya birahi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya.
"Tidak apa-apa 'Na, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest", Jawabku.
"Nikmati saja dan lupakan yang lainnya".
Mendengar perkataanku itu, Ina melepaskan pegangannya pada penisku yang sekaligus aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan 'perkosaannya'. Dalam 'posisi standard' itu aku mulai memompa Ina dengan gerakan perlahan, setiap kali penisku masuk, aku ambil sisi liang senggama yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang kemudian menjadi titik sasaran penisku selanjutnya.

Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Ina sudah orgasme, tangannya yang asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku. Ina dengan kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya penisku masuk semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan pantatnya untuk membantu semakin membenamnya penisku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih.
"sshh..., aahh", rintihnya berulang-ulang setiap kali penisku terbenam.
Setelah Ina mulai reda, inisiatif aku ambil kembali dengan merubah posisi badanku untuk style 'pumping flesh' untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan dengan style 'stand hard' (kedua kaki Ina dirapatkan, kakiku terbuka dan dikaitkan ke betisnya). Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti Ina dimana vagina Ina tertarik ke atas oleh gerakan penis yang cenderung vertikal. Ina mengalami dua kali orgasme dalam posisi ini.
Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku mulai merasa akan ejakulasi aku rubah stylenya lagi menjadi 'frogwalk' (kedua kaki Ina tetap rapat dan aku setengah berlutut/berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan penisku, otomatis vagina sampai pantat Ina akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang luar biasa sampai pupil mata Ina hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan erangan bukan rintihan lagi.
"Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?", Kataku sambil terus memompa secara pelan tapi dalam.
"ddi dalam saja..., di dalam saja, aahh..., jangan pedulikan", Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya.
"Aku keluar sekarraang...", teriakku.
Aku tekan vaginanya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan cairan kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia.
"Jangan di cabut dulu Yan...", bisik Ina.
Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan kembali kedua paha Ina dan aku pompa penisku pelan-pelan dengan menekan permukaan bawah vagina pada waktu ditarik. Dengan cara ini sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan hisapan-hisapan kecil pada penisku dari vaginanya
"Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina?", tanyanya sambil memeluk pinggangku.
"Kamu sendiri rasanya gimana?", aku balik bertanya.
"Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Ina dengan lembut tiba-tiba birahi Ina terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Ina rasakan selama ini termasuk dari suami Ina", Jawabnya.

Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang kusetubuhi Ina sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku 'memelihara' kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang sudah tidak mempedulikannya lagi. Ina tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan 'pendamping tetap' setiap aku pergi ke luar kota atau ke luar negeri.

0 comments:

Post a Comment